Alhamdulillah, berkat rahmat Allah, kami di Indonesia tetap bisa memantau perkembangan informasi dari Pak Haji. Melalui tulisan ini, kami jamaah warga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ingin menitip aspirasi buat Pak Haji dan kawan-kawan yang saat ini ada di dua kota suci: Makkah dan Madinah.
Pertama, kami berharap Pak Haji bisa rukun menggandeng potensi dan menyerukan pesan-pesan perdamaian insan kepada sesama Muslim dari seluruh dunia yang ada di sana. Sudahi saja dikotomi syiah-sunni, wahabi-salafi, sesat-moderat, radikal-liberal, tradisional-intelektual, dan jargon propaganda agitatif lainnya.
Masih banyak peran kerjasama dan revolusi pribadi yang bisa dibangun untuk manfaat umat. Misalnya menarik investor penanaman modal akhirat (PMA) dari para aghniya' di sana, agar peduli kepada kami kaum ardzalun yang ada di sini. Syukur jika kembali ke tanah air nanti, Pak Haji bisa berubah jadi murni filantropis, tak egois, tidak sempit berfikir politis, chauvinis, apalagi narsis. Setelah pulang nanti, kami berharap Pak Haji bisa ikhlas siap setiap saat berkorban melayani kebutuhan agama, bangsa dan negara ini.
Kedua, Pak Haji berniat ibadah dengan ihram, yakni mengenakan baju putih polos tanpa jahitan melambangkan kesucian tujuan. Kami berharap niat putih itu bisa terjaga selamanya. Perbanyak dan sesering mungkin mengingat Allah melebihi ingatan Pak Haji kepada kami sekeluarga di sini. Sebagaimana difirmankan Allah dalam Al Quran QS. 2:200.
Janganlah di sana terlalu meluangkan waktu untuk euforia saja, misalnya: alih-alih bawa oleh-oleh untuk kami, malah menurutkan nafsu belanja berlebihan. Lebih baik jatah living cost dan kelebihan ongkos Pak Haji dibawa pulang lalu disedekahkan kepada warga NKRI yang membutuhkan. Masih banyak warga di tanah air yang buta huruf, kekurangan gizi, hak hidupnya terabaikan, tak mampu berobat, survivor bencana alam, yang itu butuh sentuhan peduli Pak Haji.
Ketiga, dalam masa wukuf kemarin, kami berharap Pak Haji telah membaca catatan dosa-dosa pribadi untuk selanjutnya segera ditaubati. Ingatlah kakek buyut kita Nabi Adam dan Ibu Hawa yang pertobatannya dikisahkan dalam QS. 7:23. Cermati pula pertobatan Rasul Yunus di QS. 21: 87, Rasul Musa di QS. 28: 16, Rasul Nuh di QS. 71:28, juga doa taubat di QS. 3:147.
Beliau itu moyang manusia, para Rasul yang ma'shum dan uswah hasanah bagi kita semua, masih merasa keliru dan bertaubat. Alangkah pongah kami dan Pak Haji yang derajatnya masih manusia biasa, bila merasa berbuat benar saja dan enggan mengakui kesalahan.
Renungi juga doa Khalilullah Ibrahim di QS. 2:128, tentang permintaannya agar dibimbing menjadi seorang Muslim dan ditunjukkan cara ibadah yang terarah. Beliau peletak dasar manasik Haji saja, masih minta diarahkan. Sedang kita sering ngawur menentukan ibadah sendiri dengan dalih ijtihad dan alasan keringanan. Maka kami mengajak Pak Haji, mari bersama giatkan pertaubatan dan tekad perubahan di setiap detik akfititas kita. Jadikan hari wukuf di Arafah itu, retreat harian yang bisa menerangi hati Pak Haji.
Keempat, Pak Haji sudah merasakan thawaf mengelilingi Ka'bah. Maknai putaran thawaf sebagai kehendak kuat untuk bersujud bersama semesta. Ikutilah gerakan takbir, tasbih, istighfar, tahlil dan tahmid dalam harmoni orbit tauhid. Memurnikan pelayanan kepada Tuhan. Jadikanlah diri Pak Haji sebagaimana ketundukan pembantu kepada juragan. Seluruh waktu, tenaga, pikiran, harta dan jiwa diserahkan tanpa keluhan.
Maka kami berharap setelah pulang nanti, Pak Haji tidak suka menuruti nafsu lagi. Jangan melakoni satire hikayat “kaji tomat”. Yakni berangkat haji tobat, sepulang haji kumat. Tapi turutilah perintah Allah dalam segala fungsi sosial kehidupan Pak Haji.
Setelah menyandang gelar “H” nantinya, lebih pedulilah; lebih dermawanlah; lebih merendahlah; lebih ingat akhirat; hati-hati menyaring rejeki; lebih ramah lingkungan; hiduplah sederhana; lebih sabar dan ikhlaslah; lebih konsistenlah dalam beragama, usahakan kerja halal dan hasilnya untuk kebersamaan. Jangan cuma bekerja untuk menggendutkan rekening pribadi dan kemakmuran keluarga Pak Haji saja.
Kelima, setelah sa'i antara Shafa dan Marwa, mudah-mudahan Pak Haji mengerti bahwa masih banyak saudara-saudara Pak Haji yang mengalami kesusahan. Meski saat ini proses sa'i dilaksanakan di lantai dingin dan tertutup dari sengatan matahari, tetaplah ingat bahwa Pak Haji sedang menapaktilasi perjuangan Ibu Hajar dan si kecil Ismail. Sehingga dengan mengingat itu, kepedulian Pak Haji lebih terasah sepulangnya ke Indonesia nanti. Posisikan Pak Haji sebagai Ibu Hajar dan kami kaum papa di sini sebagai Ismail. Sehingga dengan begitu, Pak Haji selalu memiliki tekad kuat untuk menolong tanpa pamrih dan tidak merasa lebih-lebih.
Keenam, setelah tahallul dan menyembelih kurban, kami berharap Pak Haji mampu menanggalkan kepentingan pribadi dan mendahulukan prioritas kebutuhan umat. Karena makna tahallul dan kurban adalah penyerahan total kepada perintahNYA. Ingatlah bahwa perjuangan mendapatkan nikmat akhirat, harus ditebus dengan pengorbanan di dunia. Banyak-banyaklah bersedekah untuk bekal akhirat. Hingga saat wafat nanti, tiada lagi harta dan kepemilikan yang tertinggal percuma di dunia.
Ketujuh, setelah melempar jumrah, maka kami berharap Pak Haji mampu meneladani Nabi Ibrahim dalam melawan tipuan musuh syetan. Terutama dalam konteks kekinian, ajakan syetan yang paling sering adalah takut miskin karena Pak Haji hendak sedekah. Lihat QS. 2:268. Pak Haji harus melawan tipuan syetan itu, sebagaimana Nabi Ibrahim melempari syetan yang menggoda beliau agar urung mengorbankan putera yang dicintainya. Pak Haji kudu berani mengorbankan harta yang dicintai untuk kepentingan umat, mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum.
Kami tahu syarat Pak Haji berangkat ke tanah suci adalah Islam, dewasa, berakal, merdeka, dan mampu berswadaya. Sehingga aspirasi kami ini kiranya dapat dilaksanakan dalam waktu segera saja. Mudah-mudahan keberangkatan Pak Haji ini bukan sekedar rekreasi jasmani apalagi cuma update peci. Dari peci hitam ke peci putih. Tapi lebih dari itu, ada niat perubahan revolusioner nan radikal: dari Muslim setengah-setengah menjadi Muslim Kaaffah.
Itulah makna rites de passage yang sebenarnya. Sebuah perjalanan peralihan kehidupan dalam melaksanakan perintah Allah, meneladani jejak Rasul, serta efek perubahannya terhadap fungsi sosial dan survival manusia.
Setelah membaca aspirasi ini, semoga Pak Haji terketuk memperjuangkan nasib TKI di Arab Saudi. Syukur jika kembali ke tanah air nanti, Pak Haji serombongan berkenan datang menengok membantu saudara sebangsa di Wasior, Mentawai dan Merapi. Dengan begitu, Pak Haji akan mendapat pahala sekaligus manfaat berlipat, ganjaran pribadi dan kemaslahatan umat. Semoga saja Malaikat akan menyematkan gelar ganda: Haji Ritual dan Haji Sosial.
Tentu kami dan Pak Haji berharap agar dunia akhirat bisa dimasukkan Allah dalam peringkat manusia terbaik melalui tawashou, tabayyun, titip aspirasi dan kritik. Labbaik Allaahumma Labbaiik.
No comments:
Post a Comment