Thursday, October 21, 2010

Dicari, Pemimpin Berani Miskin

Sebelum dilantik sebagai seorang Rasulullah, Muhammad adalah pedagang dan eksportir sukses. Bisnis antar negara yang dirintis bersama Khadijah ra, berkembang dengan baiknya. Karena aspek keuletan dan bisa menjaga kepercayaan, usaha beliau berdua sukses berat. Dalam waktu singkat konsinyasi ini banyak mencatat keuntungan berlipat. Khadijah dan Muhammad yang masih muda tercatat sebagai sosialita terhormat. Beliau berdua dikenal sebagai bangsawan kaya raya di kotanya.

Revolusi peradaban ternyata menuntut banyak pengorbanan harta, jiwa, dan raga. Keluarga Rasulullah yang awalnya dikenal kaya raya berubah menjadi jelata. Pola hidupnya sangat sahaja. Harta bendanya ditasarufkan habis untuk pembiayaan perjuangan.


Puncak pengorbanan Rasulullah di awal pengutusan adalah ketika Sayyidah Khadijah wafat di tenda pengungsian yang darurat. Isteri pertama pemimpin Islam itu menanggalkan status bangsawan beserta semua atribut kekayaannya dan menghadap Rabb sebagai seorang hamba yang miskin papa.

Selain kisah di atas, dari sirah nabawiyah kita bisa menapaktilasi kembali jejak kepemimpinan Rasulullah yang banyak melahirkan kisah pengorbanan. Beliau mewariskan keteladanan bagaimana menjadi pemimpin bagi pribadi, keluarga dan komunitasnya. Seorang figur pemimpin yang berani miskin tidak sempat kaya.

Beliau pernah mengganjal perutnya dengan batu karena menahan lapar. Padahal jika beliau mau, banyak harta rampasan dan upeti dari wilayah taklukan yang bisa dimanfaatkan. Sayyidina Umar pernah menangis terharu karena melihat Rasulullah tidur hanya beralas anyaman tikar yang kasar.

Rumah beliau pun hanya nempong, teronggok seper sekian meter di serambi masjid Nabawi. Padahal kedudukan beliau saat itu sudah setara dengan Raja Persia dan Kaisar Roma –penguasa dua negara adidaya waktu itu. Kalau Rasulullah mau, beliau bisa saja membangun istana semegah-megahnya untuk tempat tinggal bersama keluarga.

Di sebuah hadis, ‘Aisyah radhiallahu ‘anhu menceritakan, “Kami adalah keluarga Muhammad selama sebulan kami tidak menyalakan api kecuali hanya sekedar kurma dan air”. (HR. Al-Bukhari). Masih banyak lagi riwayat hadis yang mengisahkan Rasulullah adalah ciri pemimpin yang lekat dengan kaum miskin.

Beliau berperilaku begitu bukan karena sengaja nyeleneh atau kurang gaul tidak mengerti trend gaya hidup. Tapi karena beliau melihat kepentingan perjuangan, kebutuhan agama, umat dan bangsanya lebih mendesak didahulukan, sehingga tidak sempat mementingkan kebutuhan pribadi.

Periode kekhalifahan empat sahabat (khulafaur-rasyidin) juga diwarnai keteladanan tentang figur pemimpin yang pro rakyat miskin. Khalifah Abu Bakar menghibahkan seluruh kekayaannya kepada Rasulullah untuk kepentingan perjuangan. Khalifah Umar bin Khattab terkenal dengan kesederhanaannya.

Khalifah Ustman bin Affan yang berani mengorbankan seluruh aset permodalan untuk pembiayaan peperangan sehingga beliau dikenal dermawan. Sayyidina Ali bin Abi Thalib yang hidupnya akrab dengan kemiskinan. Beliau-beliau ini meneladani, seorang pemimpin tidak sempat kaya di dunia karena kebutuhan agama dan bangsa lebih mendesak untuk didahulukan.

Di masa tabi'in, tersebutlah kisah khalifah Umar bin Abdul Aziz. Sebelum menjadi pemimpin beliau seorang yang kaya dan tampan. Setelah dilantik menjadi pemimpin beliau tampak kurus, miskin dan berkulit kering karena keprihatinan yang begitu tinggi.

Bila Anda kaum Yahudi, bergurulah kepada Nabi Musa AS. Awalnya ia adalah putera mahkota penguasa Alexandria. Tumbuh kembang hidupnya terbiasa sebagai pangeran di lingkungan istana. Tapi begitu mendapatkan tugas kepemimpinan umatnya, ia banting setir menjadi gembala.

Bahkan saat berhasil menumbangkan kekuasaan Firaun, Nabi Musa tidak tergoda untuk menduduki singgasana. Beliau lebih memilih status jelata dengan berhijrah menemani Bani Israel yang terlunta-lunta ke Palestina.

Bagi saudara saya umat Nasrani, baiklah kita putar kembali kisah hidup Nabi Isa AS. Beliau menghabiskan seluruh pengabdiannya untuk memimpin umat kepada jalan keselamatan. Saking sibuknya berjuang, beliau tidak sempat membuat rumah dan tak sempat menikah.

Dari satu perjalanan ke perjalanan yang lain, Nabi Isa mencatat banyak kisah pengorbanan. Pernah dikisahkan, Nabi Isa dan ibu Mariyam makan daun-daunan untuk sekadar menutup rasa lapar. Padahal, Nabi Isa as dan ibunya Mariyam terlahir dari Keluarga Imran yang berkecukupan.

Saudara pengiman ajaran Budha bisa belajar dari pengorbanan Sidharta Gautama. Beliau yang awalnya pangeran putera raja, rela meninggalkan istana untuk jadi pertapa yang jelata. Sang Gautama berani mendermakan hidupnya untuk berdampingan bersama si miskin dan melayani kumpulan kasta rendahan.

Untuk pembaca yang berselera tribal dan gemar kearifan lokal, lihatlah Suku Kajang di pedalaman Bulukumba Sulawesi Selatan. Pemimpin mereka Ammatoa, memiliki kepekaan sosial yang tinggi. Sang Ammatoa adalah orang terakhir yang merasakan kemakmuran bila penduduk mengalami kemakmuran, namun menjadi orang pertama yang akan merasakan kemiskinan bila penduduk dalam kondisi kekurangan.

Di masa revolusi kemerdekaan, ada teladan Pangeran Diponegoro dan Jenderal Sudirman. Beliau berjuang, bergerilya, rela sengsara, miskin fasilitas, letih masuk hutan turun gunung bersama anak buahnya dalam kondisi yang prihatin dan jelata seadanya. Semua itu ditempuh demi membela prinsip kebenaran yang diyakini.

Beliau-beliau itu adalah pemimpin di masa lalu yang bisa menjadi teladan di masa sekarang. Terutama bagi kita umat Islam. Di tengah wacana suksesi kepemimpinan, kisah para pendahulu itu menjadi relevan kita renungkan. Belajar dari teladan di atas, figur pemimpin yang berani miskin dan tidak sempat kaya adalah yang dibutuhkan umat saat ini. Ada beberapa alasan kenapa kita harus mencari sosok pemimpin yang berani miskin.

Pertama, seorang pemimpin adalah pelayan bagi umatnya. Dengan sekuat tenaga, pikiran, harta dan jiwanya, seorang pemimpin akan berusaha memenuhi kebutuhan setiap warganya. Jika sudah berkomitmen begitu, seorang pemimpin tak akan bisa sempat kaya apalagi menumpuk harta pribadi.

Makanya seorang pemimpin harus siap miskin dengan segenap pengorbanan bahkan jika keadaan mengharuskan menyerahkan semua kepemilikan. Asumsinya, harta yang dimiliki akan akan habis disalurkan untuk kebutuhan agama, bangsa dan negara yang tak pernah berhenti meminta.

Kedua, figur pemimpin berani miskin adalah negasi yang sesuai untuk menyikapi mainstream kepemimpinan saat ini. Yakni mereka yang ingin memimpin karena berambisi kaya dan punya kuasa. Karena kemaruk harta, maka semua cara ditempuh. Bila perlu penyalahgunaan wewenang, menipu, korupsi, dan perilaku amoral lainnya.

Model kepemimpinan seperti ini akan membuat agama, bangsa dan negara jadi rusak. Umat tidak diurusi, dibiarkan telantar, saling bertengkar dan sengsara selamanya.

Makanya figur pemimpin berani miskin tidak sempat kaya di dunia, harus dikampanyekan. Sebagaimana teladan para Rasul dan Ammatoa, pemimpin adalah orang pertama yang akan merasakan kemiskinan bila masyarakatnya dalam kondisi kekurangan.

Ketiga, figur pemimpin berani miskin memiliki komitmen pengorbanan yang tinggi. Ia tak akan kuatir melarat bila tenaga, pikiran, jiwa raganya fokus mengurus umat. Ia tidak takut miskin hanya karena rajin bersedekah. Ia tahu bahwa penyakit takut miskin dan anjuran kikir itu adalah bisikan syetan (Al Baqarah : 268) yang harus dilawan dengan cara banyak-banyak menyedekahkan kepemilikan.

Figur pemimpin seperti ini akan total menyejahterakan bangsanya. Ia akan menjadi orang terakhir yang merasakan kemakmuran di dunia setelah masyarakatnya. Visi pribadi pemimpin seperti ini adalah kaya harta di akhirat saja. Sehingga ia tak tergiur kekayaan dunia.

Seluruh fasilitas kepemilikannya di dunia akan disedekahkan untuk kepentingan masyarakat. Karena pemimpin ini meyakini, semakin banyak kepemilikan pribadi yang disedekahkan selama di dunia ini, maka semakin banyak pula hadiah dan bonus ganjaran yang bisa dinikmati di akhirat nanti. Semakin banyak melayani, maka semakin besar remunerasi gaji yang didapat dari ilahi.

Khusus bagi para alim ulama dan atau tokoh agama, kita-lah generasi pelestari tradisi kepemimpinan para Nabi. Tentu kita akan mencintai dan berusaha mengikuti keteladanan Rasulullah, uswah hasanah kita semua. Baiklah berikut saya kutipkan sebuah hadis yang tentunya sudah kita kenal dan hapal.

"Abdullah bin Mughaffal r.a berkata: Seorang datang kepada Nabi dan berkata: "Demi Allah, saya kasih kepadamu Ya Rasulullah." Jawab Nabi, "Perhatikan benar-benar perkataanmu itu." Orang itu berkata lagi, "Demi Allah, saya cinta kepadamu, Ya Rasulullah." Diulangi kata-kata itu tiga kali. Maka sabda Nabi, "Kalau benar kau cinta-kasih kepadaku, maka bersiap-siaplah menghadapi kemiskinan, dengan baju kokoh kuat (dapat mengatasi segala kemungkinan). Karena kemiskinan itu lebih cepat datangnya kepada orang yang cinta kepadaku melebihi kecepatan banjir ke dalam jurang." (HR. At Tirmidzi) Riadhus Sholihin Juz 1 hal. 412 no. 28

Maka jika kita rajin bersyahadat cinta Rasul, lalu tidak siap miskin untuk perjuangan keumatan, klaim pengakuan kita patut dipertanyakan. Bila kita masih ngotot ingin kaya di dunia, rajin menumpuk harta, berusaha untuk pribadi dan keluarga saja, akhirnya kikir dan pelit bersedekah karena takut miskin, perhatikan surat peringatan dari Allah berikut ini:

Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kemiskinan kepadamu dan menyuruh kamu berbuat keji (kikir). Sedangkan Allah menjanjikan ampunan dan karuniaNYA kepadamu. Dan Allah Maha Luas, Maha Mengetahui." (Qs. Al Baqarah : 268)

Dari ayat dan hadis di atas, kita bisa simpulkan dasar hukum penetapan figur pemimpin yang berani miskin, kaya peduli, bertanggungjawab menyejahterakan umatnya, serta bersemangat kaya di akhirat saja. Jika ada pemimpin atau tokoh agama yang belum bisa berperilaku seperti itu, maaf saya belum bisa mempercayainya apalagi meniru.

Alhamdulillah sekarang saya sudah menemukan pemimpin yang berani miskin ini. Figur ulama yang mewarisi tradisi kepemimpinan para Nabi (al ulama' warotsatul anbiya'). Beliau adalah Bapa Guru MA. Muchtar, pendiri Yayasan Ponpes SPMAA Turi Lamongan. Sebagai motivasi awalan, temukan figur pemimpin berani miskin itu di dalam pribadi Anda sendiri. Karena setiap pribadi hakikatnya adalah pemimpin bagi diri dan keluarganya yang akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Wallaahu a'lam.

No comments: