Thursday, December 16, 2010

Mengejar Senyum Semar

Dalam mitologi budaya pewayangan Jawa, tersebutlah tokoh Semar dengan karakter dan perannya yang bersahaja. Tokoh manusia setengah dewa nan jenaka ini biasanya muncul bersama ketiga punakawan di jelang akhir pagelaran. Semar memiliki ciri yang mudah dikenali: mulut mesem mengulum senyum. Bukan senyum sembarangan. Karena senyumnya mengandung filosofi makna penghiburan sekaligus keprihatinan.

Majelis pembaca sekalian, kali ini saya ajak Anda semua untuk memaknai pentingnya kehadiran Semar. Di tengah arus goro-goro yang mengaduk negeri ini dalam pusaran kebingungan dan tukar padu tak tentu, mari berikhtiar memanggil Semar. Kita berharap agar senyumnya segera keluar. Caranya, kita coba hadirkan figur dan karakter Semar dalam diri kita masing-masing. Belajar menjiwai karakter Semar.


Ya, Anda saya ajak untuk mengenal senyum Semar, menirunya, dan menghembuskannya ke sekeliling kita. Senyum Semar yang terlihat neriman, samar penuh keprihatinan dan melahirkan inspirasi kebaikan. Semar yang berjiwa penggembala, bersifat pamong, dan senantiasa ikhlas melayani manusia sebagai wujud kebaktian abdi ngenger marang Gusti.

Tanggap ing Sasmita. Agar bisa tersenyum seperti Semar, kita kudu melatih kepekaan jiwa. Akal dan perasaan ditempa melalui latihan peka sosial, cermat menyikapi fakta lingkungan dan cerdas membaca isyarat perubahan alam. Untuk menjaga kecerahan kalibrasi monitor diri, rajinlah sholat, seringlah puasa, dan kuat tirakat. Tanggap ing Sasmita mengharuskan kita selalu buka mata, buka telinga, jembarkan pikiran, perkaya ruang jiwa. Kuat-kuatkan berdoa di manapun dan kapanpun terutama akhir malam bangun sholat tahajjud, siap diremehkan, dan banyak-banyaklah bersedekah. Wani laku prihatin cegah dhahar lawan guling.

Hasilnya kita akan terlatih membaca tanda dan pesan kehidupan. Muncul sifat ringan tangan menolong tanpa diminta. Senantiasa mendahulukan kebutuhan umat sebangsa sebelum memikirkan diri dan keluarganya. Segera taubat menyadari dan menghentikan kesalahan sebelum dikirimi peringatan dan bencana hukuman. Kehalusan perasaan tumbuh dengan baik. Perubahan cukup dikulik dengan sentilan kritik, bukan dengan pencerengan penuh makian dan adu fisik.

Dengan Tanggap ing Sasmita, komunikasi pemimpin dan rakyat akan terpelihara sehat. Hubungan terbangun saling menguatkan sebagaimana teladan kepemimpinan Semar terhadap ketiga punakawan: Petruk, Gareng dan Bagong. Tidak ada saling menuding. Yang ada justeru refleksi kebersamaan. Tidak ada saling klaim kebenaran, karena masing-masing punakawan jujur menginsyafi kekurangan dan berani mengakui kesalahan. limpat pasang ing grahita. Para punakawan konsisten dalam ucapan dan perbuatan. Semuanya saling melayani dengan ikhlas.

Hamemayu Hayuning Bawana. Mengikuti jejak Semar dalam menjalani amanah manusia sebagai wakil Allah, menjadi khalifah pelestari bumi. Pada tataran vertikal, hubungan kita dengan Tuhan berjalan selaras sebagaimana fitrah awalnya. Yakni kita lahir turun ke bumi hanya mengabdi layani perintah Ilahi. Pada tataran horizontal, hubungan kita dengan manusia dan alam lingkungan selalu bermula dan berakhir dengan senyuman membersyukurkan.

Dalam disiplin ekologi, hamemayu hayuning bawono adalah praktik sustainable development. Sebuah konsep “pembangunan berkelanjutan” yang kerap dibicarakan para pegiat isu lingkungan. Dalam ilmu pedagogi, hamemayu hayuning bawono merupakan bukti kecerdasan emosi, kecerdasan sosial dan kecerdasan iman seorang insan. Di ranah hukum, Hamemayu hayuning bawono akan menghadirkan keadilan dan supremasi hukum terjamin aman.

Dua teladan karakter Semar itu disimbolkan dalam bentuk wayang yang berwajah tersenyum sekaligus menangis. Di balik senyuman Semar, tersamar siluet tangisan. Di dalam senyum pengharapan, terkandung tangis doa keprihatinan. Bibir Semar mengulum senyum, namun mata hatinya mengurai tangis.

Figur Semar adalah personifikasi para Rasul, Nabi dan Wali. Tokoh Semar adalah ciri kepemimpinan para utusan Tuhan. Senyum dan tangis Semar adalah wujud cinta sekaligus perhatian kasih pemimpin terhadap umatnya yang terdiri dari manusia, tumbuhan, hewan serta lingkungan. Kasihnya begitu besar dalam mengemban misi amanat sebagai Sang Juru Selamat. Dalam keluarganya, Semar adalah Bapa penggembala yang mengasihi sekaligus Guru pendidik yang meneladani.

Kita adalah anak-anak Semar. Kita adalah punakawan yang bersama-sama Semar akan menggelar babak akhir lakon kehidupan. Di saat ini, kita akan mementaskan sesi “Semar Mbabar Jati Diri”. Bojo sira arsa mardi kamardikan, ajwa samar sumingkiring dur-kamurkan. Sebuah lakon revolusi perubahan yang bersih dari kepentingan duniawi, merdeka dari ego ragawi, dan jauh dari ambisi pribadi. Lakon revolusi itu adalah berburu ampunan Allah dan 99% derajat di akhirat.

Inilah tiwikrama kita, punakawan anak-anak Semar dalam menyikapi kondisi agama, bangsa dan negara. Ora kebanda ing kadonyan, ora samar marang bisane sirna durka murkamu. Menghilangkan rasa cinta harta benda dan sifat kedonyan. Fokus akhirat sambil lalu memikirkan dunia. Mengalah untuk menang. Berani jujur mengakui kesalahan dan saling berbagi permaafan. Demi kemanusiaan, tidak eman memberikan harta yang paling dicintai. Membuang sifat amarah dan dendam.

Agar derajat budi pekerti kita tetap unggul sebagaimana fitrah manusia mulya. Agar sempurna hidup kita: selamat di dunia yang sementara ini dan sejahtera di akhirat nanti. Bersama Semar, kita perbanyak tangis taubat dan senyum jalin seduluran di dunia ini. Bersama Semar pula kita akan tersenyum selamanya dalam ampunan dan ridho Ilahi di akhirat nanti. Aamiin.

No comments: